BAB I
PENDAHULUAN
A. Pengertian
Asma Brokiolus adalah penyakit yang umum, yang mempengaruhi sekitar 5%
dari populasi. Pria dan wanita tampaknya sama-sama terpengaruh. Setiap
tahun, di rumah sakit Amerika Serikat sekitar 470.000 dan 5000 kematian
dikaitkan dengan asma. Asma banyak menyerang orang kulit hitam dan
anak-anak dan tingkat kematian untuk asma secara konsisten tertinggi
pada orang kulit hitam berusia 15-24 tahun (Wilson, 2002).
Asma adalah penyakit peradangan saluran nafas dan obstruksi aliran udara
yang ditandai dengan adanya terjadinya tanda mengi, sesak dada, sesak
napas (dyspnea) dan batuk. Asma ditandai dengan kontraksi spastic dari
otot polos bronkhiolus yang menyebabkan sukar bernafas. Penyebab yang
umum adalah hipersensitivitas bronkhioulus terhadap benda-benda asing di
udara. Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi dengan
cara sebagai berikut : seorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk
membentuk sejumlah antibody Ig E abnormal dalam jumlah besar dan
antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan antigen
spesifikasinya. Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast
yang terdapat pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan
brokhiolus dan bronkhus kecil. Bila seseorang menghirup alergen maka
antibody Ig E orang tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi
yang telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan
mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis
yang bereaksi lambat (Wilson, 2002).
B. Etiologi
Asma Bronkiale adalah penyakit paru kronis yang paling umum, yang
mempengaruhi sebanyak 15-17% dari beberapa populasi. Tingkat prevalensi
tertinggi dilaporkan di Australia dan Selandia Baru di Amerika Serikat,
prevalensi adalah 3-5%. Asma lebih sering terjadi pada anak-anak dan
terjadi lebih sering pada anak laki-laki daripada perempuan. Penyakit
ini yang masih menjadi masalah kesehatan mayarakat di hampir semua
negara di dunia, diderita oleh anak-anak sampai dewasa dengan derajat
penyakit yang ringan sampai berat, bahkan dapat mematikan. Lebih dari
seratus juta penduduk di seluruh dunia menderita asma dengan peningkatan
prevalensi pada anak-anak (Damgraad, 2000).
Data yang berhubungan dengan kematian akibat asma tidak lengkap dan
tetapi cenderung tingkat mortalitas meningkat pada baru-baru ini.
meskipun ketersediaan yang lebih besar dari pengobatan farmakologis
efektif. Beberapa mempengaruhi asma, termasuk efek samping obat-obatan
dan meningkatnya eksposur polutan industri (Damgraad, 2000)..
Atopi, atau produksi antibodi IgE dalam menanggapi paparan alergen,
adalah umum pada penderita asma dan memainkan peran dalam evolusi
penyakit. Asma telah konvensional dibagi menjadi asma ekstrinsik dan
intrinsik tergantung pada ada atau tidaknya atopi. Ada beberapa
perbedaan karakteristik antara kedua kelompok seperti pada asma
intrinsik, usia kemudian di awal, kurangnya sensitisasi alergi jelas
dengan menguji dan kecenderungan arah keparahan penyakit yang lebih
besar. Namun, dua jenis saham fitur patologis dari saluran napas,
hyperresponsiveness peradangan dan penyumbatan sehingga perbedaan
tersebut belum terbukti bermanfaat secara klinis (Damgraad, 2000).
Kelainan mendasar pada asma meningkat reaktivitas saluran udara terhadap
rangsangan. Ada banyak agen provokatif dikenal untuk asma. Ini dapat
dikategorikan sebagai (1) fisiologis atau mediator farmakologis dari
respon saluran napas asthematic, (2) alergen yang dapat menyebabkan
inflamasi saluran nafas dan reaktivitas pada individu peka dan (3) agen
fisikokimia eksogen atau rangsangan yang menghasilkan respon asthmaties
saja (misalnya, olahraga, adenosin), sementara yang lain menghasilkan
khas diperbesar tanggapan dalam asthmaties yang dapat digunakan untuk
membedakan mereka dari normals di bawah kondisi pengujian yang
dikendalikan (misalnya, histamin, methacholine). Asthmaties biasanya
memiliki tanggapan awal dan akhir terhadap rangsangan provokatif. Dalam
resposen asma awal, awal penyempitan saluran napas dalam 10-15 menit
setelah pajanan dan peningkatan sebesar 60 menit. Hal ini terkadang bisa
diikuti oleh tanggapan asthematic terlambat, yang muncul 4-8 jam
setelah terjadinya stimulus awal. Meskipun mekanisme memproduksi dua
tanggapan yang berbeda, mereka adalah bagian dari suatu radang saluran
napas proces umum (Damgraad, 2000).
Genetik cenderung mempengaruhi terjadinya asma. Faktor terkuat
predisposisi diidentifikasi untuk pengembangan asma adalah
atopi. Paparan pasien sensitif terhadap inhalasi alergen meningkatkan
peradangan saluran napas, hiperresponsivitas saluran napas, dan
gejala. Pasien mungkin mengalami gejala-gejala segera (respon asma
langsung) atau 4-6 jam setelah eksposur mereka (akhir respon
asma). aeroallergens umum meliputi tungau debu rumah (sering ditemukan
pada bantal, kasur, furnitur kain, karpet, dan tirai), kecoa, kucing,
dan serbuk sari musiman. Mengurangi terpaparnya secara substansial
mengurangi temuan patologi dan gejala klinis. precipitants nonspesifik
asma termasuk olahraga. Infeksi saluran pernafasan, rhinitis, sinusitis,
postnasal drip, aspirasi, gastro esophageal reflux, perubahan cuaca,
dan stres. Paparan terhadap tembakau gejala asma lingkungan asap
meningkat dan kebutuhan obat-obatan dan mengurangi fungsi
paru-paru. Peningkatan tingkat partikel udara terhirup, ozon, SO, dan
NO2 gejala asma endapan dan kunjungan darurat meningkatkan departemen
dan rawat inap. Dipilih individu mungkin mengalami gejala asma setelah
terpapar aspirin, dan non obat anti-inflamasi steroid, atau pewarna
tartrazine. obat tertentu lainnya juga dapat menimbulkan gejala asma.
Kerja asma dipicu oleh berbagai agen di tempat kerja dan dapat terjadi
minggu tahun setelah paparan awal dan sensitisasi. Perempuan mungkin
mengalami kucing asma kasar pada saat predicable selama siklus
menstruasi. Latihan bronkokonstriksi diinduksi biasanya dimulai dalam
waktu 3 menit setelah akhir pocks latihan dalam 10-15 menit dan kemudian
menyelesaikan dengan 60 menit. Fenomena ini dianggap sebagai
konsekuensi dari upaya napas untuk menghangatkan dan melembabkan
peningkatan volume udara kadaluarsa selama latihan "asma jantung" adalah
bronkospasme endapan oleh gagal jantung kongestif kompensasi. Temuan
Klinis Gejala dan tanda-tanda sangat bervariasi dari pasien ke pasien
serta individu dari waktu ke waktu. Umum temuan klinis pada pasien asma
yang stabil tercantum di bawah ini; temuan terlihat selama eksaserbasi
asma (Damgraad, 2000).
C. Patogenesis
Serangan asma terjadi karena adanya gangguan pada aliran udara akibat
penyempitan pada saluran napas atau bronkiolus. Penyempitan tersebut
sebagai akibat adanya arteriosklerosis atau penebalan dinding
bronkiolus, disertai dengan peningkatan ekskresi mukus atau lumen kental
yang mengisi bronkiolus, akibatnya udara yang masuk akan tertahan di
paru-paru sehingga pada saat ekspirasi udara dari paru-paru sulit
dikeluarkan, sehingga otot polos akan berkontraksi dan terjadi
peningkatan tekanan saat bernapas. Karena tekanan pada saluran napas
tinggi khususnya pada saat ekspirasi, maka dinding bronkiolus tertarik
kedalam (mengerut) sehingga diameter bronkiolus semakin kecil atau
sempit, dapat dilihat seperti pada Gambar 1. (Cunningham, 2003).
Berdasarkan Gambar 2 diatas asma ditandai dengan kontraksi spastic dari
otot polos bronkhiolus yang menyebabkan sukar bernafas. Penyebab yang
umum adalah hipersensitivitas bronkhioulus terhadap benda-benda asing di
udara. Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi dengan
cara sebagai berikut : seorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk
membentuk sejumlah antibody IgE abnormal dalam jumlah besar dan
antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan antigen
spesifikasinya. Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast
yang terdapat pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan
brokhiolus dan bronkhus kecil. Bila seseorang menghirup alergen maka
antibody Ig E orang tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi
yang telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan
mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis
yang bereaksi lambat (yang merupakan leukotrient), faktor kemotaktik
eosinofilik dan bradikinin. Efek gabungan dari semua faktor-faktor ini
akan menghasilkan adema lokal pada dinding bronkhioulus kecil maupun
sekresi mucus yang kental dalam lumen bronkhioulus dan spasme otot polos
bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat
meningkat. Pada asma , diameter bronkiolus lebih berkurang selama
ekspirasi daripada selama inspirasi karena peningkatan tekanan dalam
paru selama eksirasi paksa menekan bagian luar bronkiolus. Karena
bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka sumbatan selanjutnya adalah
akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama
selama ekspirasi. Pada penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi
dengan baik dan adekuat, tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi. Hal
ini menyebabkan dispnea. Kapasitas residu fungsional dan volume residu
paru menjadi sangat meningkat selama serangan asma akibat kesukaran
mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa menyebabkan barrel
chest (Damgraad, 2000).
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian PPOK
Penyakit
Paru Obstruktif Kronis (PPOK) adalah istilah umum yang digunakan untuk
menggambarkan kondisi obstruksi irevesibel progresif aliran udara
ekspirasi. Individu dengan PPOK mengalami kesulitan bernafas, batuk
produktif, dan intoleransi aktifitas. Kelainan utama yang tampak pada
individu dengan PPOK adalah bronkitis, emfisema dan asma.
Pengertian Bronkitis Kronis
~ Bronkhitis
kronis adalah penyakit atau gangguan pernapasan paru obstruktif yang
ditandai dengan produksi mukus yang berlebih (sputum mukoid) selama
kurang 3 bulan berturut-turut dalam 1 tahun untuk 2 tahun berturut
turut. (Elizabeth .J. Corwin)
~ Bronkhitis
kronis adalah gangguan pernapasan atau inflamasi jalan napas dan
peningkatan produksi sputum mukoid menyebabkan ketidak cocokan ventilasi
– perfusi dan penyebab sianosis. (Sylvia .A. Price)
Bronkhitis
kronis (BK) secara fisiologis di tandai oleh hipertrofi dan
hipersekresi kelenjar mukosa bronkial, dan perubahan struktural bronki
serta bronkhioles. BK dapat di sebabkan oleh iritan fisik atau kimiawi
(misalnya, asap rokok, polutan udara ) atau di sebabkan infeksi (
bakteri atau virus
Secara harfiah
bronchitis dapat digambarkan sebagai penyakit gangguan respiratorik
dengan gejala utama adalah batuk. Ini berarti bronchitis bukan merupakan
penyakit yang berdiri sendiri, tetapi juga penyakit lain dengan
bronchus sebagai pemegang peranan (Perawatan Anak Sakit, EGC, 1995)
Prefalensi kejadian :
Prefalensi
lebih banyak kepada bayi sampai anak umur 5 tahun. Pengobatan yang
tidak tuntas bisa beresiko besar untuk penderita penyakit gangguan
pernafasan pada umur + 20 tahun. Terutama bila pada umur tersebut ia menjadi perokok aktif.
B.PERMASALAHAN
Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), jumlah penderita asma
di dunia diperkirakan mencapai 300 juta orang dan diperkirakan
meningkat hingga 400 juta pada tahun 2025. Jumlah ini dapat saja lebih
besar mengingat asma merupakan penyakit yang underdiagnosed. Menurut
Global Intiatif For Asthma (GINA). Dan menurut laroran para ahli
internasional pada hari peringatan asma sedunia tanggal 04 Mei 2004 yang
lalu diperkirakan penderita asma di seluru dunia mencapai 400 juta
orang, dengan pertambahan 180.000 setiap tahun (GINA, 2006).
B. Angka Kematian
Hasil penelitian Study on Asthma and Alergies in Childhood International
pada tahun 2005 menunjukkan, di Indonesia prevalensi gejala penyakit
asma melonjak dari sebesar 4,2 persen menjadi 5,4 persen. Selama 20
tahun terakhir, penyakit ini cenderung meningkat dengan kasus kematian
yang diprediksi akan meningkat sebesar 20 persen hingga 10 tahun
mendatang. WHO memperkirakan di tahun 2005 terdapat 255 ribu penderita
meninggal dunia karena asma (GINA, 2006.).
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. Keluhan dan Gejala Penyakit
Gejala dan tanda-tanda merupakan variabilitas indikasi tingkat keparahan
penyakit asma dari yang tingkat asma ringan hingga berat yaitu asma
fatal. Asma ditandai dengan kesulitan episodik bernafas, sesak dada, dan
batuk. Berikut ini gejala dari penyakit asma menurut Clifford, et al
(1987) yaitu sebagai berikut :
1. Batuk-batuk akibat dari penyempitan saluran napas, hipersekresi
lendir, dan peningkatan reaksi saraf aferen yang dilihat karena adanya
peradangan saluran napas. Batuk juga dapat terjadi sebagai akibat
infeksi saluran nafas oleh virus. Pada pasien asma, batuk akan mendorong
lendir atau lumen kental yang menyumabat bronkiolus. Akibat dari
tekanan yang tinggi dari gejala batuk tersebut maka dapat menimbulkan
edema pada didnding bronkiolus. Batuk pada asma dapat berupa batuk
kronis kering atau batuk produktif yang terjadi secara terus menerus.
Frekuensi batuk biasanya meningkat pada malam hari. Secara fisik terjadi
pembengkakan mukosa hidung dikarenakan peningkatan sekresi hidung, dan
hidung polyp sering terlihat pada pasien dengan asma alergi, eksim,
gangguan kulit atropic, bahu membungkuk.
2. Wheezing (nafas yang berbunyi) dari kontraksi otot halus bersamaan
dengan hipersekresi lendir dan retensi saluran nafas. Nafas yang mengi
(mencuit-cuit) sebagai akibat dari penyempitan bronkiolus baik pada
salurannapas kecil, sedang maupun yang besar karena adanya lendir atau
lumen kental pada bronkiolus sehingga pada saat ekspirasi udara sulit
dikeluarkan dan menimbulkan nada mengi. Gejala mengi menandakan ada
penyempitan di saluran nafas besar.
3. Dyspnea atau sesak dada terjadi karena peningkatan kerja otot pada
dinding dada dalam mengatasi resistensi jalan napas. Penderita asma
biasanya dapat melakukan inspirasi tetapi kesulitan dalam melakukan
ekspirasi sebab secara fisiologis saluran nafas menyempit pada fase
tersebut. Hal ini mengakibatkan udara distal tempat terjadinya obtruksi
terjebak tidak bisa diekspirasi
4. Takipnea, takikardia-takipnea dan takikardia umumnya terjadi pada penyakit asma akut.
5. Pulsus Paradoxus adalah penurunan lebih dari 10 mm / Hg tekanan arteri sistolik selama inspirasi dan terjadi pada asma akut.
6. Hipoksemia yaitu penurunan tekanan parsial oksigen dalam darah.
Klasifikasi berdasarkan penyebabnya menurut Cunningham (2003), asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe,yaitu :
1. Ekstrinsik (alergik)
Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor
pencetus yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat
obatan (antibiotic dan aspirin) dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering
dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik terhadap
alergi.Oleh karena itu jika ada faktor-faktor pencetus spesifik seperti
yang disebutkan di atas, maka akan terjadi serangan asma ekstrinsik.
2. Intrinsik (non alergik)
Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus
yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau
bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan emosi.
Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan
berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkhitis kronik dan
emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma gabungan.
3. Asma gabungan (campuran alergik dan non-alergik)
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergik dan non-alergik.
Keluhan dan gejala penyakit asma berdasarkan beratnya penyakit menurut Wilson (2002) dibagi 4 (empat) yaitu:
1. Asma Intermiten (asma jarang)
Gejala kurang dari seminggu
Serangan singkat
Gejala pada malam hari < 2 kali dalam sebulan FEV 1 atau PEV > 80%
PEF atau FEV 1 variabilitas 20% – 30%
2. Asma Mild Persistent (asma persisten ringan)
Gejala lebih dari sekali seminggu
Serangan mengganggu aktivitas dan tidur
Gejala pada malam hari > 2 kali sebulan
FEV 1 atau PEV > 80%
PEF atau FEV 1 variabilitas < 20% – 30% 3. Asma Moderate Persistent
(asma persisten sedang) Gejala setiap hari Serangan mengganggu aktivitas
dan tidur Gejala pada malam hari > 1 dalam seminggu
FEV 1 tau PEV 60% – 80%
PEF atau FEV 1 variabilitas > 30%
4. Asma Severe Persistent (asma persisten berat)
Gejala setiap hari
Serangan terus menerus
Gejala pada malam hari setiap hari
Terjadi pembatasan aktivitas fisik
FEV 1 atau PEF = 60%
PEF atau FEV variabilitas > 30%
Sedangkan, menurut Global Initiative for Asthma (GINA) 2006,
penggolongan asma bedasarkan derajat atau tingkat keparahan asma adalah
sebagai berikut :
Selain berdasarkan gejala klinis di atas, asma dapat diklasifikasikan berdasarkan derajat serangan asma yaitu:
1 Serangan asma ringan dengan aktivitas masih dapat berjalan, bicara
satu kalimat, bisa berbaring, tidak ada sianosis dan mengi kadang hanya
pada akhir ekspirasi,
2 Serangan asma sedang dengan pengurangan aktivitas, bicara memenggal
kalimat, lebih suka duduk, tidak ada sianosis, mengi nyaring sepanjang
ekspirasi dan kadang -kadang terdengar pada saat inspirasi,
3 Serangan asma berat dengan aktivitas hanya istirahat dengan posisi
duduk bertopang lengan, bicara kata demi kata, mulai ada sianosis dan
mengi sangat nyaring terdengar tanpa stetoskop,
4 Serangan asma dengan ancaman henti nafas, tampak kebingunan, sudah tidak terdengar mengi dan timbul bradikardi.
Perlu dibedakan derajat klinis asma harian dan derajat serangan asma.
Seorang penderita asma persisten (asma berat) dapat mengalami serangan
asma ringan. Sedangkan asma ringan dapat mengalami serangan asma berat,
bahkan serangan asma berat yang mengancam terjadi henti nafas yang dapat
menyebabkan kematian.
A. Pemeriksaan Penunjang Diagnostik
Menurut Alotaibi, 2000, penegakan diagnosis asma didasarkan pada
anamnesis, tanda-tanda klinik dan pemeriksaan tambahan yaitu sebagai
berikut :
1. Pemeriksaan anamnesis keluhan episodik batuk kronik berulang, mengi, sesak dada, kesulitan bernafas,
2. Faktor pencetus (inciter) dapat berupa iritan (debu), pendinginan
saluran nafas, alergen dan emosi, sedangkan perangsang (inducer) berupa
kimia, infeksi dan alergen.
3. Pemeriksaan fisik sesak nafas (dyspnea), mengi, nafas cuping hidung
pada saat inspirasi (anak), bicara terputus putus, agitasi, hiperinflasi
toraks, lebih suka posisi duduk. Tanda-tanda lain sianosis, ngantuk,
susah bicara, takikardia dan hiperinflasi torak,
4. Pemeriksaan uji fungsi paru sebelum dan sesudah pemberian metakolin
atau bronkodilator sebelum dan sesudah olahraga dapat membantu
menegakkan diagnosis asma.
Asma sulit didiagnosis pada anak di bawah umur 3 tahun. Untuk anak yang
sudah besar (>6 tahun) pemeriksaan fungsi paru sebaiknya dilakukan.
Uji fungsi paru yang sederhana dengan peak flow meter atau yang lebih
lengkap dengan spirometer, uji yang lain dapat melalui provokasi bronkus
dengan histamin, metakolin, latihan (exercise), udara kering dan
dingin, atau dengan NaCl hipertonis. Penggunaan peak flow meter
merupakan hal penting dan perlu diupayakan, karena selain mendukung
diagnosis, juga mengetahui keberhasilan tata laksana asma, selain itu
dapat juga menggunakan lembar catatan harian sebagai alternative.
Menurut Global Initiative for Asthma (GINA) 2006, pemeriksaan penunjang penyakit asma dapat dilakukan dengan cara :
1. Pemeriksaan radiologi
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan
menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang
bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang
menurun. Akan tetapi bila terdapat komplikasi, maka kelainan yang
didapat adalah sebagai berikut:
a. Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan bertambah.
b. Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran radiolusen akan semakin bertambah.
c. Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate pada paru
d. Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal.
e. Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan
pneumoperikardium, maka dapat dilihat bentuk gambaran radiolusen pada
paru-paru.
2. Pemeriksaan tes kulit
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat menimbulkan reaksi yang positif pada asma.
3. Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi
menjadi 3 bagian, dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada
empisema paru yaitu :
a. Perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis deviasi dan clock wise rotation.
b. Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB ( Right bundle branch block).
c. Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia, SVES, dan VES atau terjadinya depresi segmen ST negative.
4. Scanning Paru
Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa
redistribusi udara selama serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru.
5. Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang
paling cepat dan sederhana diagnosis asma adalah melihat respon
pengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksaan spirometer dilakukan
sebelum dan sesudah pamberian bronkodilator aerosol (inhaler atau
nebulizer) golongan adrenergik. Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak lebih
dari 20% menunjukkan diagnosis asma. Tidak adanya respon aerosol
bronkodilator lebih dari 20%. Pemeriksaan spirometri tidak saja penting
untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk menilai berat
obstruksi dan efek pengobatan. Benyak penderita tanpa keluhan tetapi
pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obstruksi.
B. Faktor-Faktor Resiko
Secara umum faktor risiko asma dibagi kedalam dua kelompok besar, faktor
risiko yang berhubungan dengan terjadinya atau berkembangnya asma dan
faktor risiko yang berhubungan dengan terjadinya eksaserbasi atau
serangan asma yang disebut trigger faktor atau faktor pencetus). Adapun
faktor risiko pencetus asma bronchial menurut Global Initiative for
Asthma (GINA) 2006, yaitu:
1. Asap Rokok
Pembakaran tembakau sebagai sumber zat iritan dalam rumah yang
menghasilkan campuran gas yang komplek dan partikel-partikel berbahaya.
Lebih dari 4500 jenis kontaminan telah dideteksi dalam tembakau,
diantaranya hidrokarbon polisiklik, karbon monoksida, karbon dioksida,
nitrit oksida, nikotin, dan akrolein.
2. Perokok pasif
Paparan asap tembakau pasif berakibat lebih berbahaya gejala penyakit
saluran nafas bawah (batuk, lendir dan mengi) dan naiknya risiko asma
dan serangan asma. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa risiko
munculnya asma meningkat pada anak yang terpapar sebagai perokok pasif.
3. Perokok aktif
Merokok dapat menaikkan risiko berkembangnya asma karena pekerjaan pada
pekerja yang terpapar dengan beberapa sensitisasi di tempat bekerja.
Namun hanya sedikit bukti-bukti bahwa merokok aktif merupakan faktor
risiko berkembangnya asma secara umum.
4. Tungau Debu Rumah
Asma bronkiale disebabkan oleh masuknya suatu alergen misalnya tungau
debu rumah yang masuk ke dalam saluran nafas seseorang sehingga
merangsang terjadinya reaksi hipersentitivitas Tipe I. Tungau debu rumah
ukurannya 0,1 - 0,3 µm dan lebar 0,2 µm, terdapat di tempat-tempat atau
benda-benda yang banyak mengandung debu. Misalnya debu yang berasal
dari karpet dan jok kursi, terutama yang berbulu tebal dan lama tidak
dibersihkan, juga dari tumpukan koran-koran, buku-buku, pakaian lama.
5. Jenis Kelamin
Jumlah kejadian asma pada anak laki-laki lebih banyak dibandingkan
dengan perempuan. Perbedaan jenis kelamin pada kekerapan asma
bervariasi, tergantung usia dan mungkin disebabkan oleh perbedaan
karakter biologi. Penyakit asma 2 kali lebih sering terjadi pada anak
laki-laki usia 2-5 tahun dibandingkan perempuan sedangkan pada usia 14
tahun risiko asma anak laki- laki 4 kali lebih sering dan kunjungan ke
rumah sakit 3 kali lebih sering dibanding anak perempuan pada usia
tersebut, tetapi pada usia 20 tahun kekerapan asma pada laki-laki
merupakan kebalikan dari insiden ini.
Peningkatan risiko pada anak laki-laki mungkin disebabkan semakin
sempitnya saluran pernapasan, peningkatan pita suara, dan mungkin
terjadi peningkatan IgE pada laki-laki yang cenderung membatasi respon
bernapas. Predisposisi asma pada laki-laki lebih tinggi dari pada anak
perempuan, akan tatapi prevalensi asma pada anak perempuan lebih tinggi
dari pada laki-laki. Aspirin lebih sering menyebabkan asma pada
perempuan.
6. Binatang Peliharaan
Binatang peliharaan yang berbulu seperti anjing, kucing, hamster, burung
dapat menjadi sumber alergen inhalan. Sumber penyebab asma adalah
alergen protein yang ditemukan pada bulu binatang di bagian muka dan
ekskresi. Alergen tersebut memiliki ukuran yang sangat kecil (sekitar
3-4 mikron) dan dapat terbang di udara sehingga menyebabkan serangan
asma, terutama dari burung dan hewan menyusui.
7. Jenis Makanan
Beberapa makanan penyebab alergi makanan seperti susu sapi, ikan laut,
kacang, berbagai buah-buahan seperti tomat, strawberry, mangga, durian
berperan menjadi penyebab asma. Makanan produk industri dengan pewarna
buatan (misal: tartazine), pengawet (metabisulfit), vetsin (monosodum
glutamat-MSG) juga bisa memicu asma. Penderita asma berisiko mengalami
reaksi anafilaksis akibat alergi makanan fatal yang dapat mengancam
jiwa. Makanan yang terutama sering mengakibatkan reaksi yang fatal
tersebut adalah kacang, ikan laut dan telur. Alergi makanan seringkali
tidak terdiagnosis sebagai salah satu pencetus asma meskipun penelitian
membuktikan alergi makanan sebagai pencetus bronkokontriksi pada 2% - 5%
anak dengan asma.
Meskipun hubungan antara sensitivitas terhadap makanan tertentu dan
perkembangan asma masih diperdebatkan, tetapi bayi yang sensitif
terhadap makanan tertentu akan mudah menderita asma kemudian, anak-anak
yang menderita enteropathy atau colitis karena alergi makanan tertentu
akan cenderung menderita asma. Alergi makanan lebih kuat hubungannya
dengan penyakit alergi secara umum dibanding asma.
8. Perabot Rumah Tangga
Bahan polutan indoor dalam ruangan meliputi bahan pencemar biologis
(virus, bakteri, jamur), formadehyde, volatile organic coumpounds (VOC),
combustion products (CO, NO2, SO2) yang biasanya berasal dari asap
rokok dan asap dapur. Sumber polutan VOC berasal dari semprotan
serangga, cat, pembersih, kosmetik, Hairspray, deodorant, pewangi
ruangan, segala sesuatu yang disemprotkan dengan aerosol sebagai
propelan dan pengencer (solvent) seperti thinner. Sumber formaldehid
dalam ruangan adalah bahan bangunan, insulasi, furnitur, karpet. Paparan
polutan formaldehid dapat mengakibatkan terjadinya iritasi pada mata
dan saluran pernapasan bagian atas. Partikel debu, khususnya respilable
dust disamping menyebabkan ketidaknyamanan juga dapat menyebabkan reaksi
peradangan paru.
9. Perubahan Cuaca
Kondisi cuaca yang berlawanan seperti temperatur dingin, tingginya
kelembaban dapat menyebabkan asma lebih parah, epidemik yang dapat
membuat asma menjadi lebih parah berhubungan dengan badai dan
meningkatnya konsentrasi partikel alergenik. Dimana partikel tersebut
dapat menyapu pollen sehingga terbawa oleh air dan udara. Perubahan
tekanan atmosfer dan suhu memperburuk asma sesak nafas dan pengeluaran
lendir yang berlebihan. Ini umum terjadi ketika kelembaban tinggi,
hujan, badai selama musim dingin. Udara yang kering dan dingin
menyebabkan sesak di saluran pernafasan.
10. Riwayat Penyakit Keluarga (Genetik)
Risiko orang tua dengan asma mempunyai anak dengan asma adalah tiga kali
lipat lebih tinggi jika riwayat keluarga dengan asma disertai dengan
salah satu atopi. Predisposisi keluarga untuk mendapatkan penyakit asma
yaitu kalau anak dengan satu orangtua yang terkena mempunyai risiko
menderita asma 25%, risiko bertambah menjadi sekitar 50% jika kedua
orang tua asmatik. Asma tidak selalu ada pada kembar monozigot,
labilitas bronkokontriksi pada olahraga ada pada kembar identik, tetapi
tidak pada kembar dizigot. Faktor ibu ternyata lebih kuat menurunkan
asma dibanding dengan bapak. Orang tua asma kemungkinan 8-16 kali
menurunkan asma dibandingkan dengan orang tua yang tidak asma, terlebih
lagi bila anak alergi terhadap tungau debu rumah.
11. Stress
Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu
juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala
asma yang timbul harus segera diobati penderita asma yang mengalami
stress/gangguanemosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah
pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya
belum bisa diobati.
12. Olah raga atau aktifitas jasmani yang berat
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan
aktifitas jasmani atau aloh raga yang berat. Lari cepat paling mudah
menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya
terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.
C. Cara Pencegahan
Menurut penelitian Ruth A. Etzel (2010) dan WHO (2002) disebutkan bahwa
pencegahan terhadap penyakit asma diantaranya pendidikan kesehatan atau
konseling dari pelayanan kesehatan, menghindari dari lingkungan yang
memngkinkan terjadinya eksposure atau terpapar faktor resiko asma.
Berikut ini pencegahan terhadap penyakit asma berdasarkan faktor resiko :
1. Genetik
Melakukan konsultasi kesehatan apabila terdapat anggota keluarga yang
mempunyai riwayat penyakit asma, sebab sebagian besar penyakit asma
merupakan penyakit yang bersifat genetic.
2. Mengurangi dan menghindari merokok, terutama apabila memiliki anggota
keluarga bayi atau balita, sebab asap rokok dapat meningkatkan
sensitivitas IgE sehingga meningkatkan sensitivitas terhadap allergen.
Selain itu, menghidari anak dari polusi udara seperti asap kendaraan dan
pabrik.
3. Lingkungan rumah baik indoor maupun outdoor selalu bersih dari debu atau bahan allergen lainnya.
4. Melakukan diagnosis dini, terutama pada individu yang memiliki faktor resiko asma.
5. Menghindarkan diri dari stress dan mengurangi aktivitas yang berat.
6. Mengurangi olahraga yang berlebihan
D. Cara Pengobatan
Banyak obat asma dapat diberikan secara langsung atau dengan inhalasi.
Obat Asma dapat dibagi menjadi kontrol jangka panjang dan obat
cepat-lega. Obat kontrol jangka panjang digunakan setiap hari untuk
mengontrol asma persisten yaitu menghaluskan peradangan saluran udara
dan merelaksasikan otot polos. Prinsip umum pengobatan asma bronchial
yaitu :
a. Menghilangkan obstruksi jalan nafas dengan segara.
b. Mengenal dan menghindari fakto-faktor yang dapat mencetuskan serangan asma
c. Memberikan penerangan kepada penderita ataupun keluarganya mengenai
penyakit asma, baik pengobatannya maupun tentang perjalanan penyakitnya
sehingga penderita mengerti tujuan penngobatan yang diberikan dan
bekerjasama dengan dokter atau perawat yang merawatnnya (Wilson, 2002)
Adapun pengobatan terhadap penyakit asma terbagi menjadi 2 menurut Global Initiative for Asthma (GINA) 2006, yaitu :
1. Pengobatan non farmakologik:
Memberikan penyuluhan
Menghindari faktor pencetus (resiko)
Pemberian cairan
Fisiotherapy
Memberi O2 bila perlu.
2. Pengobatan farmakologik :
a. Bronkodilator : obat yang melebarkan saluran nafas. Terbagi dalam 2 golongan :
Simpatomimetik/ Andrenergik (Adrenalin dan Efedrin)
Obat-obat golongan simpatomimetik tersedia dalam bentuk tablet, sirup,
suntikan dan semprotan. Yang berupa semprotan: MDI (Metered dose
inhaler). Ada juga yang berbentuk bubuk halus yang dihirup (Ventolin
Diskhaler dan Bricasma Turbuhaler) atau cairan broncodilator (Alupent,
Berotec, brivasma serts Ventolin) yang oleh alat khusus diubah menjadi
aerosol (partikel-partikel yang sangat halus ) untuk selanjutnya
dihirup.
Santin (Teofilin)
Efek dari teofilin sama dengan obat golongan simpatomimetik, tetapi cara
kerjanya berbeda. Sehingga bila kedua obat ini dikombinasikan efeknya
saling memperkuat seperti : Aminofilin (Amicam supp), Aminofilin
(Euphilin Retard) dan Teofilin (Amilex). Bentuk suntikan teofillin /
aminofilin dipakai pada serangan asma akut, dan disuntikan
perlahan-lahan langsung ke pembuluh darah. Karena sering merangsang
lambung bentuk tablet atau sirupnya sebaiknya diminum sesudah makan.
Itulah sebabnya penderita yang mempunyai sakit lambung sebaiknya
berhati-hati bila minum obat ini. Teofilin ada juga dalam bentuk
supositoria yang cara pemakaiannya dimasukkan ke dalam anus. Supositoria
ini digunakan jika penderita karena sesuatu hal tidak dapat minum
teofilin (misalnya muntah atau lambungnya kering).
b. Kromalin
Kromalin bukan bronkodilator tetapi merupakan obat pencegah serangan
asma. Manfaatnya adalah untuk penderita asma alergi terutama anak anak.
Kromalin biasanya diberikan bersama-sama obat anti asma yang lain, dan
efeknya baru terlihat setelah pemakaian satu bulan.
c. Ketolifen
Mempunyai efek pencegahan terhadap asma seperti kromalin. Biasanya
diberikan dengan dosis dua kali 1mg / hari. Keuntungnan obat ini adalah
dapat diberika secara oral.
E. Rehabilitasi
Rehabilitasi asma bronchial dapat dilakukan dengan cara :
1. Yoga
Senam yoga bertujuan untuk memperlancar aliran udara pada saluran
pernapasan. Selain itu, bertujuan untuk mengurangi bahkan menghilangkan
stress pada pasien. Senam yoga juga dapat disebut sebagai terapi
psikologi (Jain, 1993).
2. Terapi relaksasi dengan senam asma
Terapi relaksasi dengan senam asma berujuan dari terapi relaksasi adalah
untuk mengurangi ketegangan otot pernapasan tambahan sehingga dapat
mengurangi pemakaian energi saat bernapas, penderita dilatih untuk bisa
melakukan kontrol pernapasan. Terapi relaksasi bisa dilakukan dengan
posisi tidur miring atau posisi duduk dengan kepala dan dada atas
bertumpu pada 2-3 bantal di meja. Kedua posisi ini selain membantu waktu
terjadi serangan, juga membantu ketegangan otot diafragma. Manfaat
senam pada penderita asma, bila dilakukan secara teratur jangka waktu 2
bulan akan mendapatkan beberapa manfaat yaitu pengurangan frekuensi
kekambuhan pengurangan intensitas kekambuhan, gejala asma menjadi ringan
sehingga diperoleh peningkatan VO2 maks (Huntley, 2002.).
3. Terapi Spa
Menurut penelitian Mitsunobu di Jepang, terapi spa bermanfaat langsung
bagi penderita asma yaitu dengan cara memberikan kenyamanan pada
penderita asma seperti latihan berendam di dalam air hangat selama 30
menit, memsukkan uap dari larutan garam yodium secara inhalasi dan
terapi fingo yaitu terapi dengan lumpur yang berasal dari Ningyo, lumpur
tersebut dipanaskan terlebih dahulu hingga suhunya mencapai 70-800C.
Lumpur tersebut didinginkan sampai suhunya 40-430C, kemudian dilakuakan
spa dan kompres dengan lumpur hangat pada pasien tersebut selama 30
menit. Untuk penderita asma dianjurkan untuk melakukan terapi fingo lima
kali per minggu. Terapi spa memberikan manfaat langsung pada kelancaran
sirkulasi udara pernapasan (Mitsunobu, 2004).
F. Prognosis
Prognosis penyakit asma bronkiale adalah dapat menimbulkan komplikasi,
asma bronkiale akut bahkan dapat menimbulkan kematian. Berikut ini
berbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah :
1. Status asmatikus
Suatu serangan asma yang berat, berlangsung dalam beberapa jam sampai
beberapa hari, yang tidak memberikan perbaikan pada pengobatan yang
lazim. Status asmatikus merupakan kedaruratan yang dapat berakibat
kematian, oleh karena itu :
Apabila terjadi serangan, harus ditanggulangi secara tepat dan
diutamakan terhadap usaha menanggulangi sumbatan saluran pernapasan.
Keadaan tersebut harus dicegah dengan memperhatikan faktor-faktor yang
merangsang timbulnya serangan (debu, serbuk, makanan tertentu, infeksi
saluran napas, stress emosi, obat-obatan tertentu seperti aspirin, dan
lain-lain).
2. Atelektasis
Atelektasis (Atelectasis) adalah pengkerutan sebagian atau seluruh
paru-paru akibat penyumbatan saluran udara (bronkus maupun bronkiolus)
atau akibat pernafasan yang sangat dangkal.
3. Hipoksemia (atau Hypoxaemia)
Secara umum didefinisikan sebagai penurunan tekanan parsial oksigen
dalam darah, kadang-kadang khusus kurang dari yang, tanpa spesifikasi
lebih lanjut, akan mencakup baik konsentrasi oksigen terlarut dan
oksigen yang terikat pada hemoglobin.
4. Pneumothoraks adalah adanya udara di dalam rongga pleural antara pleura parietal dan viseral.
5. Emfisema adalah penyakit yang gejala utamanya adalah penyempitan
(obstruksi) saluran napas, karena kantung udara di paru menggelembung
secara berlebihan dan mengalami kerusakan yang luas (Anonim, 2010).
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bronkitis
kronis adalah penyakit yang diakibatkan karena adanya peradangan pada
bronkus yang di sebabkan oleh infeksi, polutan udara, dan asap rokok,
tanda dan gejala pada bronchitis kronis adalah batuk, diikuti dengan
sesak napas, bisa dengan atau tanpa dahak, setelah beberapa hari dahak
akan bisa bercampur dengan nanah (mucopurulent). Pada tahap ini biasanya
akan diikuti dengan demam, nyeri otot dan sendi serta sesak nafas yang
lumayan hebat.
B. Saran
Diharapkan
makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan dapat menjadi
referensi bagi para mahasiswa keperawatan maupun pembacanya dalam
pembuatan Asuhan Keperawatan tentang penyakit Bronkitis Kronis.
Kami
sebagai penyusun menyadari adanya kekurangan yang terdapat dalam
makalah ini, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para
pembacanya bagi kami sebagai penyusun makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Alotaibi, Sultan 2000. Diagnosis of Occupational Asthma: Review Vol. 22, No. 1, March 2000. www.bahrainmedicalbulletin.com/march_2000/Asthma.pdf. Diakses tanggal 20 november 2010.
Anonim. 2010. Asthma Bronchiolus. Wikipedia. www.wikipedia.org. Diakses pada tanggal 30 November 2010
Clifford, dkk. 1987. Symptoms, atopy, and bronchial response to methacholine in parents with asthma and their children. www.ncbi.nlm.nih.gov/ pmc/articles/.../pdf/archdisch00702-0072.pdf. Diakses tanggal 20 november 2010.
Cunningham, Gary. 2003. Williams Obstetrics 21 Edition. McGraw-Hill Companies : USA.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar